Friday, November 30, 2018

Proses Pengadaan Kontraktor Utama

Proyek konstruksi yang telah direncanakan untuk menghasilkan suatu fasilitas fisik di suatu lokasi tertentu tidak akan terwujud jika tidak adanya Kontraktor Utama. 

Oleh karena itu, diperlukan tahapan pemilihan kontraktor utama yang akan melaksanakan proyek konstruksi tersebut.


Proses Pengadaan Kontraktor Utama
blog.noplag.com

Pihak yang melakukan proses pemilihan kontraktor pada umumnya adalah pemilik proyek itu sendiri (owner) dan dapat dibantu oleh konsultan perencana, Manajemen Konstruksi (MK), dan/atau seorang tenaga ahli. 

Salah satu contoh tahapan dalam pengadaan kontraktor utama adalah sebagai berikut.
  1. Owner terlebih dahulu membuat owner estimate yang merupakan konsep awal oleh owner. 
  2. Dari owner estimate, dibuat detail design dan spesifikasi teknis oleh para Konsultan.
  3. Proses pengadaan kontraktor salah satunya dapat dilakukan dengan cara undangan tertutup. Owner mengundang para kontraktor sebagai peserta tender. 
  4. Kontraktor yang mau menerima undangan tersebut, diharuskan untuk mengambil dokumen tender dan ikut serta dalam penjelasan proyek selama kurang lebih dua bulan. 
  5. Tahapan berikutnya adalah bid tender. Masing-masing kontraktor yang bersedia mulai mengisi harga-harga atau Bill of Quantity (BOQ), metoda pekerjaannya beserta penjelasan-penjelasannya, persyaratan, dasar-dasar perhitungan, material yang digunakan, serta item-item produk yang akan digunakan dalam MEP. 
  6. Owner bernegoisasi dengan masing-masing kontraktor. Negoisasi dapat dilakukan berkali-kali untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Kontraktor yang dipilih bukan hanya berdasarkan harga yang termurah, namun juga yang dapat mengerjakan proses konstruksi dari awal hingga akhir sesuai yang dipersyaratkan termasuk metoda kerja. 
  7. Tata cara pengambilan keputusan dilakukan oleh pihak Owner dengan rapat internal. Hal-hal yang dipertimbangkan berasal dari hasil negoisasi yang sebelumnya telah dilaksanakan. Hal-hal tersebut meliputi Bill of Quantity (BOQ), metoda pekerjaan, spesifikasi teknis dan waktu konstruksi serta tingkat kepercayaan kepada calon kontraktor. 
  8. Apabila owner sudah menyetujui, maka kontraktor tersebut akan terpilih sebagai Kontraktor Utama pada proyek tersebut.

Definisi Diafragma Wall, Kingpost, Dewatering, dan Stagging

Stagging

Definisi Stagging

Staging adalah salah satu metoda pekerjaan untuk mempermudah akomodasi ataupun sebagai tempat penyimpanan material proyek. Staging berfungsi sebagai jembatan atau jalan keluar masuknya kendaraan pembawa material. 

Selain itu, staging juga dapat digunakan sebagai tempat lantai kerja serta tempat untuk fabrikasi dan perakitan dari elemen struktur. 


Diafragma Wall

Diafragma Wall atau Dinding Diafragma adalah dinding penahan tanah sekaligus digunakan untuk dinding lantai basement pada struktur bangunan yang memiliki lantai bawah tanah.

Pengerjaannya dilakukan sebelum melakukan pekerjaan galian tanah dengan cara melakukan pengeboran, pemasangan besi kemudian diakhiri dengan pengecoran. 

Setelah struktur dinding diafragma mencukupi umur serta kekuatanya maka bisa dilanjutkan dengan pekerjaan galian tanah.

Urutan pekerjaan dinding diafragma pada umumnya adalah sebagai berikut:
  1. Pengeboran dan penggalian tanah menggunakan sistem bentonite untuk menstabilkan tanah.
  2. Pembuangan tanah bekas galian menggunakan alat transportasi dump truck
  3. Pemasangan besi tulangan dinding diafragma.
  4. Pelaksanaan pekerjaan pengecoran.

Pada bagian atas dari dinding diafragma dipasang Capping Beam. Capping Beam ini berfungsi sebagai penutup sekaligus pengunci dari dinding diafragma.

Definisi Diafragma Wall D-Wall Dinding Diafragma

Dewatering

Secara definisi, dewatering merupakan pekerjaan menurunkan muka air tanah selama proses konstruksi. Pekerjaan ini dapat mencegah kelongsoran tanah terjadi selama proses konstruksi berlangsung. 

Kelongsoran dapat terjadi karena adanya air tanah pada galian, maka dari itu air tanah tersebut harus diturunkan terlebih dahulu sebelum kegiatan penggalian dilakukan. 

Definisi Dewatering

Dewatering juga dilakukan dengan tujuan mencegah terjadinya rembesan dan pengeringan lubang galian. Tidak hanya itu, pekerjaan dewatering tidak dilakukan secara sekaligus, namun dilakukan secara bertahap. 

Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan pada pekerjaan dewatering. Beberapa metode tersebut antara lain sebagai berikut.
  • Predrainage
  • Compressed Air
  • Cut Off
  • Open Pumping 
Pemilihan metode untuk melakukan pekerjaan dewatering juga tidaklah sembarangan. Terdapat faktor-faktor penentu untuk menentukan dan memilih metode pekerjaan dewatering, yang antara lain adalah sebagai berikut.
  • Sifat Tanah
  • Ukuran dan Dalamnya Galian
  • Hidrologi Air Tanah
  • Jarak dengan Bangunan Eksisting
  • Metode Galian dan Penahan Tanah yang akan Digunakan
  • Kedalaman dan Tipe Pondasi
  • Desain dan Fungsi dari Struktur Bangunan
  • Rencana Pekerjaan

Kingpost

Kingpost adalah bagian dari tiang pondasi yang memiliki posisi segaris dengan kolom pada basement. Elemen ini berfungsi untuk menopang plat lantai dan menyalurkan beban yang bekerja pada plat lantai basement ke tiang pondasi di tempat kingpost tersebut terpasang. 

Kingpost sendiri berfungsi sebagai kolom sementara pada metode konstruksi Top-Down. Hal ini yang memungkinkan pelaksanaan konstruksi dari arah atas ke bawah. 

Definisi Kingpost

Metode Konstruksi Basement Bottom-Up dan Top-Down

Metode konstruksi basement secara garis besar terdiri dari dua macam, yaitu metode Bottom-Up dan metode Top-Down. 

Metode Bottom-Up terdapat bermacam-macam teknik pelaksanaannya, seperti teknik cut-off dan teknik strutting steel. 

Penjelasan mengenai metode Bottom-Up dan metode Top-Down dapat dilihat pada uraian berikut ini.


Metode Bottom-Up

Metode ini merupakan metode pembangunan gedung yang dimulai dari bawah sampai ke atas. Pada metode ini juga pekerjaan difokuskan pada pembuatan basement terlebih dahulu. 

Tahap pertama yang dilakukan dalam metode ini adalah menggali tanah terlebih dahulu hingga mencapai elevasi yang direncanakan,  kemudian dilakukan/dikerjakan pekerjaan pondasi, pekerjaan kolom, dan pekerjaan pelat hingga ke lantai paling atas.


Pekerjaan Galian Bottom-Up


Urutan Pengerjaan Metode Bottom-Up: 

  1. Penyiapan akses peralatan dan bahan 
  2. Penggalian tanah
  3. Pembuatan pondasi
  4. Pembuatan dinding penahan tanah (bila dibutuhkan)
  5. Pembuatan lantai basement
  6. Pembuatan kolom, balok, dan pelat lantai berulang sampai ke lantai paling atas


Kelebihan dari Metode Bottom-Up:

  • Sumber daya manusia yang terlatih sudah banyak yang memadai
  • Tidak membutuhkan teknologi yang tinggi
  • Teknik pengendalian pelaksanaan konstruksi sudah dikuasai
  • Biaya yang harus dikeluarkan relatif lebih murah


Kekurangan dari Metode Bottom-Up:

  • Pelaksanaan dewatering harus lebih intensif
  • Penggunaan “konstruksi sementara” sangat banyak
  • Tidak memungkinkan untuk melaksanakan dengan super struktural secara efisien

Seperti yang telah disebutkan diatas, metode Bottom-Up memiliki beberapa teknik dalam pekerjaannya, yakni dua diantaranya adalah teknik cut-off dan teknik strutting steel. Berikut adalah penjelasan singkat mengenai kedua metode tersebut.



  • Teknik Cut-Off

Metode ini merupakan metode yang pada tahap awalnya adalah penggalian seluruh tanah secara langsung hingga ke elevasi perencanaan basement yang paling bawah. Namun, dengan keadaan seperti ini, maka tanah disekitar galian akan cenderung melakukan dorongan aktif sehingga memacu terjadinya longsor atau jatuhnya tanah sekitar menuju area yang sudah digali. 

Maka dari itu, dalam penggunaan metode ini, setelah dilakukan penggalian, tanah disekitar area penggalian perlu ditahan dan diberi ground anchor sehingga tanah disekitar area penggalian tidak runtuh. 

Tidak hanya itu, penggunaan metode ini harus memperhatikan juga lingkungan di sekitar proyek seperti seberapa banyak gedung yang sudah terbangun di sekitarnya. Metode ini tidak disarankan jika di sekitar area proyek terdapat banyak gedung-gedung yang sudah berdiri karena hal ini akan sangat mengganggu bagi keberadaan gedung-gedung tersebut. 

Gangguan yang terjadi dapat berupa turunnya tanah atau pondasi dari gedung-gedung tersebut hingga runtuhnya bagian struktural dari gedung-gedung tersebut.


Pekerjaan Galian Bottom-Up Ground Anchor



  • Teknik Strutting Steel

Secara garis besar, proses awal dari metode ini sama dengan metode cut-off yaitu melakukan penggalian seluruh tanah secara langsung hingga ke elevasi basement yang paling dasar. 

Karena tahap awal yang dilakukan adalah sama seperti metode cut-off, maka kesulitan dan kendala yang dialami akan sama yaitu kecenderungan tanah sekitar untuk runtuh dan jatuh menuju area galian. Maka dari itu perlu diberikan penahan tanah yang terdapat di sekitar galian untuk mencegah runtuh/jatuhnya tanah yang berada di sekitar proyek. 

Metode pencegahan runtuhnnya tanah sekitar yang membedakan metode ini dengan metode cut-off. Dalam metode ini, pencegahan yang dilakukan adalah dengan memberikan tahanan struktural berupa kerangka baja dari satu sisi tanah menuju ke sisi tanah yang lain. 

Jika dilihat dari atas, kerangka baja yang dipasang kurang lebih akan terlihat seperti net atau jaring.


Pekerjaan Galian Bottom-Up Strutting Steel



Metode Top-Down

Cara pelaksanaan pembangunan gedung yang dimulai dari atas ke bawah disebut sebagai metode Top-Down. 

Proses pelaksanaan metode ini dimulai dengan  memasang dinding diafragma, kemudian dipasang pondasi dan kingpost,  dilanjutkan dengan pembuatan plat lantai dasar dan setelah itu dilakukan konstruksi basement bagian bawah yang dilakukan bersamaan dengan penggalian. 

Metode ini sangat membantu dan digunakan jika kondisi di sekitar proyek terdapat bangunan yang berdekatan, sehingga longsor tanah dari bangunan sekitar dapat dicegah.


Urutan Pengerjaan Metode Top-Down:

  1. Memasang dinding diagragma
  2. Memasang pondasi beserta kingpost
  3. Mengerjakan plat lantai dasar
  4. Mengerjakan pengerukkan dan pengecoran lantai basement
  5. Mengerjakan lantai basement lebih bawah lagi bersamaan dengan lantai yang lebih atas


Kelebihan dari Metode Top-Down:

  • Resiko teknis lebih kecil
  • Jadwal pelaksanaan dapat dipercepat
  • Relatif tidak mengganggu lingkungan


Kekurangan dari Metode Top-Down:

  • Diperlukan peralatan berat yang khusus
  • Sumber daya manusia yang ahli masih terbatas
  • Diperlukan pengetahuan spesifik untuk mengendalikan proyek

Tahapan Pekerjaan Tanah Galian Top-Down

Tahapan pekerjaan tanah galian Top-Down beserta ilustrasi tahapan penggalian terdapat di bawah ini.

1. Penggalian tanah hingga B1

Pekerjaan Galian Top-Down Penggalian Level B1

2. Pengecoran pelat pada level B1

Pekerjaan Galian Top-Down Pengecoran Pelat Level B1

3. Pengecoran pelat pada Level 1

Pekerjaan Galian Top-Down Pengecoran Pelat Lantai 1

4. Pekerjaan galian pada level B2

Pekerjaan Galian Top-Down Penggalian Level B2

5. Pengecoran pelat pada level B2

Pekerjaan Galian Top-Down Pengecoran Lantai B2

6. Dilakukan langkah yang sama hingga level B5

Pekerjaan Galian Top-Down Galian Level B5

7. Pekerjaan galian pada level B6
Pekerjaan Galian Top-Down Galian Level B6

8. Pengecoran Matt Foundation

Pekerjaan Galian Top-Down Pengecoran Matt Foundation

Proses Pemasangan Ground Anchor

Prinsip Ground Anchor merupakan proses konstruksi dimana jangkar dimasukkan ke dalam tanah. Jangkar dimasukkan ke dalam lubang hasil pengeboran dan dijepit ujungnya. 

Ground Anchor ini digunakan untuk menahan/ menstabilkan dinding penahan tanah dengan meneruskan gaya horizontal yang diakibatkan oleh gaya dorong alami dari tanah dan beban kerja ke luar bidang runtuh tanah. 

Gaya ditransmisikan kedalam tanah melalui adanya ikatan (bond length).



Komponen pada gambar diatas meliputi head anchor, unbounded length anchor, bond length anchor.

Bond length untuk membungkus material tanah dalam rangka memindahkan beban dari struktur ke tanah yang dijangkar, dimana free length tidak terikat dan bebas bergerak di dalam tanah.

Didalam tendon terdapat bagian yang terbuat dari baja berkekuatan tinggi (bar, wire atau strand) yang dikelilingi cement grout (material semen untuk grouting). Fixed length anchor / bond length adalah bagian dari tendon yang terjauh dari struktur dimana gaya tarik (tensile force) dipindahkan ke tanah disekitar jangkar.

Free anchor length adalah bagian dari tendon antara bagian atas fixed anchor length dan struktur dimana tidak ada gaya tarik yang dipindahkan ke tanah di sekitarnya.

Ground Anchor dibagi menjadi dua, yaitu Jangkar Tetap (Permanent) dan Jangkar Sementara (Temporary). 

Penjangkaran sementara adalah penjangkaran yang memiliki daya tahan yang terbatas, dan digunakan dalam waktu yang tidak lama.

Penjangkaran tetap memiliki daya tahan yang tinggi, direncanakan untuk waktu yang lama, dapat mempertahankan stabilitas dari struktur. 

2 tipe penjangkaran tersebut memiliki beberapa perbedaan. Perencanaan dari instalasi penjangkaran sementara biasanya melibatkan  analisis dan desain struktur, ukuran dimensi dan pengujian kekuatan jangkar dan tegangan yang timbul di daerah yang dijangkar untuk memastikan daya dukung beban. Untuk penjangkaran permanen, dibutuhkan  pengaturan dan perlindungan terhadap komponen sistem.

Berikut ini merupakan spesifikasi pada jangkar untuk lebih mengetahui perbedaannya:


  • Penjangkaran sementara: Penjangkaran dapat digunakan kurang dari 6 bulan.  
  • Penjangkaran semi permanen: Penjangkaran dapat digunakan selama 6-18 bulan.
  • Penjangkaran tetap (permanen): Penjangkaran berfungsi lebih lama dari 18 bulan. 


Pada umumnya, pemasangan ground anchor dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:


  • Pekerjaan Persiapan
Persiapan yang dilakukan adalah menyediakan alat – alat yang digunakan untuk proses drilling, grouting, maupun stressing.



  • Pekerjaan Drilling Tanah
Konstruksi jangkar dilakukan oleh kontraktor yang berpengalaman dan memiliki spesialisasi di bidang ini. Tahap tahap urutan konstruksi  jangkar adalah pengeboran lubang jangkar dan flushing (pembersihan lubang jangkar), water testing, pembuatan tendon dan pemasangannya, stressing dan pengujian, perlindungan terhadap korosi.



  • Instalasi Tendon Anchor
Tendon dimasukkan ke dalam lubang dengan cara manual. Tendon yang telah dirangkai di lokasi penempatan material kemudian dibawa ke lokasi yang telah dibor. Pada saat memasukan tendon ke lubang yang telah dibor, tendon tidak sekaligus masuk tetapi ditarik ulur kemudian didorong kembali sampai masuk.



  • Grouting Tendon Anchor
Pekerjaan grouting adalah memasukan pasta campuran semen ke dalam sela-sela strand dan melekatkan jangkar dengan tanah dan batuan di sekitarnya. Proses grouting juga menambah kekuatan dan karakteristik tanah atau batuan, selain itu juga dapat melindungi jangkar dari bahaya korosi.

Pilihan dan desain dari sistem grouting  tergantung pada kondisi tanah dimana  sistem grouting itu ditempatkan, pengaturan waktu, kekuatan dan fungsi dari material grout.
         


  • Stressing Tendon Anchor
Stressing dapat diukur dengan pengujian yang dapat menentukan kapasitas beban pada jangkar dan perilakunya, menetapkan faktor keamanan yang sesuai dengan desain yang diterapkan, dan memastikan hasil kerja sesuai dengan desain dan rencana.

Stressing pada tendon biasanya dilakukan dengan cara memutar baut dengan memberikan tegangan pada tendon dengan menggunakan torque wrench ke locking nut yang diteruskan ke batang tendon yang diperlihatkan pada gambar di bawah ini.

Cara lain dengan menggunakan cara penekanan langsung (direct pull) dengan menggunakan alat hydraulic jack.



  • Pemotongan Strand
Pemotongan strand dikerjakan setelah pekerjaan stressing selesa dikerjakan. Strand dipotong sehingga panjangnya kurang lebih 25 cm dari luar. Setelah semua pekerjaan di atas selesai, maka ground ancor sudah berfungsi seperti yang direncanakan. Fungsi ground anchor dapat ditiadakan



Ground Anchor dipasang secara bertahap, per elevasi tertentu. Galian dilakukan hingga mencapai elevasi tertentu, lalu ground anchor akan dipasang pada elevasi tersebut sesuai gambar rencana. Lalu pekerjaan galian dilanjutkan sampai elevasi berikutnya.

Hal ini dilakukan agar memberikan kemudahan saat pemasangan ground anchor. Panjang ground anchor berkisar antara 20 m – 30 m (dari elevasi terendah sampai paling tinggi) dengan kapasitas tarik 100 ton.



Pengecoran Raft Foundation atau Pondasi Rakit

Secara definisi, matt foundation adalah tipe pondasi yang masif yang menyatukan seluruh bored pile yang ada di suatu bangunan gedung.

Apabila pada umumnya pondasi gedung merupakan gabungan antara tiang pancang atau bore pile, pile cap, dan tie beam, maka pada pondasi rakit, elemen pile cap dan tie beam diganti dengan sebuah pondasi masif.


Pondasi Raft atau Pondasi Rakit

Karena volume beton yang digunakan pada proses pengecoran matt foundation sangat banyak, maka akan ada peningkatan suhu yang cukup signifikan. Oleh karena itu, monitoring suhu sangat diperlukan pada proses pengecoran matt foundation agar beton tidak retak.

Usaha yang dilakukan adalah dengan memasang thermo couple untuk memonitor suhu pada tiga layer matt foundation.

Zoning (pengaturan zona) pada pengecoran matt foundation adalah hal yang juga harus diperhatikan selain dari pada spesifikasi teknis.

Berikut ilustrasi mengenai pembagian zona untuk proses pengecoran matt foundation. Pembagian zona pada pengecoran matt foundation dilakukan berdasarkan volume area.


Pembagian Segmen Pengecoran Pondasi Raft atau Pondasi Rakit

Keselamatan dan Kesehatan Lingkungan Kerja (K3)

Angka kecelakaan kerja di sektor konstruksi tertinggi dibanding dengan kecelakaan kerja di bidang lainnya. Angka kecelakaan di sector konstruksi mencapai 31.9% dan paling banyak penyebab kecelakaan adalah karena terjatuh.

Penyebab utama kecelakaan kerja masih sama, rendahnya kesadaran akan pentingnya penerapan K3 di proyek konstruksi.

K3 itu sendiri adalah suatu program yang dibuat pekerja maupun pengusaha sebagai upaya mencegah timbulnya kecelakaan akibat kerja dan penyakit akibat kerja dengan cara mengenali hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta tindakan antisipatif apabila terjadi kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Selama ini penerapan K3 seringkali dianggap sebagai beban biaya, bukan sebagai investasi untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja.


Utamakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 86 menyebutkan bahwa: “pekerja / buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja”. Dan Pasal 87 berbunyi: “setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan”.

Oleh karena itu, kontraktor perlu memberikan Site Policy dan Program K3 pada proyek konstruksinya, sebagai berikut:


Site Policy:

  • Seluruh karyawan dan kontraktor wajib menggunakan Work Permit selama bekerja (Izin kerja meliputi standar keselamatan kerja, alat pelindung diri, serta alat-alat yang dipinjamkan dari pemilik bisnis dan izin kerja harus ditandatangani oleh pihak-pihak terkait)
  • Seluruh karyawan dan kontraktor wajib menggunakan APD (Alat Pelindung Diri) sesuai dengan jenis pekerjaan
  • Semua Unit/Sarana wajib lulus commissioning sebelum digunakan di area kerja
  • Dilarang merokok di area proyek 
  • Bekerja di ketinggian lebih dari 1.8 m dari permukaan tanah wajib menggunakan full body Harness/Papan Kerja
  • Bekerja/berada di dekat perairan dengan kedalaman 1 m wajib menggunakan alat pelampung/Life Vest
  • Penggunaan bahan bakar hanya diperbolehkan pertamax dan solar
  • Semua barang yang keluar diwajibkan ada surat jalan dengan disertai persetujuan 


Program K3

  • Pengenalan K3
Pengarahan peraturan dan tata tertib serta prosedur keamanan dan keselamatan pada tamu dan pekerja baru
  • Inspeksi K3LK
Melakukan pengecekan terhadap aspek-aspek K3 dan lingkungan yang seusai standar. Contoh: waste management, pencahayaan, APD, bedeng pekerja, scaffolding
  • Safety Patrol
Patroli harian yang dilakukan untuk mencari temuan yang membahayakan serta untuk melihat ada tidaknya pelanggaran K3 yang dilakukan pekerja.
  • Safety Meeting
Pertemuan yang dilakukan tiap pagi antara safety, staff kantor, dan pekerja untuk mengingatkan kembali agar kerja aman dan menggunakan APD
  • Training dan Simulasi
Training dan simulasi diadakan untuk memberikan pemahaman prosedur kerja yang aman dan tanggap bencana serta prosedur-prosedur yang diberlakukan
  • P3K
Penanganan bagi pekerja yang mengalami kecelakaan


Alat Pelindung Diri (APD)

Menurut PERMENAKERTRANS RI No: PER.08/MEN/VII/2010, Alat Pelindung Diri (APD) adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja.

Jenis-jenis Alat Pelindung Diri tersebut antara lain adalah:

  • Pelindung Kepala (Safety Helmet)
Dipakai diseluruh area proyek. Berfungsi untuk melindungi kepala dari resiko kejatuhan benda, terbentur maupun terpukul oleh benda
  • Pelindung Telinga (Ear Plug/Ear Muff)
Dipakai di area kerja yang mempunyai paparan kebisingan yang tinggi seperti ruangan genset, pemotongan besi, atau bekerja dengan impact
  • Pelindung Muka dan Mata (Face Shield dan Safety Glass)
Dipakai diseluruh area kerja yang memerlukan perlindungan mata atas percikan material, debu, dll.
  • Rompi (Safety Vest)
Berfungsi agar pekerja lebih terlihat jelas oleh pekerja lainnya. Dipakai diseluruh area kerja proyek
  • Pelindung Tangan (Safety Gloves)
Berguna sebagai alat pelindung tangan ketika bekerja di tempat atau kondisi yang bisa mengakibatkan cedera tangan seperti benda yang tajam, kasar atau panas
  • Pelindung Kaki (Safety Shoes)
Berfungsi untuk melindungi kaki dari resiko terbentur, tersayat maupun kejatuhan benda. Dipakai diseluruh area proyek.
  • Sabuk Pengaman (Safety Harness/Belt)
Digunakan saat bekerja diketinggian dan tepi lantai lebih dari 2 m. Berfungsi untuk melindungi seseorang dari resiko jatuh dari ketinggian




Tahapan Pekerjaan Pembesian

Pekerjaan pembesian selalu erat hubungannya dengan pembuatan elemen struktur beton disamping pekerjaan bekisting dan pengecoran beton. Sebelum pekerjaan pembesian dimulai, perlu dilakukan marking.

Marking sendiri adalah pengukuran as atau posisi kolom dimana pekerjaan pembesian tidak boleh melenceng dari gambar rencana atau shop drawing.

Pekerjaan pembesian ini akan berpengaruh besar terhadap kualitas kekuatan dan daya tahan pada bangunan yang akan dibuat.

Ada beberapa tahapan dalam melakukan pekerjaan pembesian, antara lain:


1. Pengadaan Material Baja Tulangan

Material yang digunakan untuk pekerjaan pembesian gedung pada umumnya adalah baja tulangan ulir. Material berasal dari supplier dan diangkut ke lokasi proyek menggunakan truk. Material yang telah sampai ke lokasi proyek akan diuji terlebih dahulu untuk memeriksa mutu dan kualitas seperti yang sudah ditetapkan.

Pengujian yang dilakukan pada umumnya adalah tes tarik, tes tekuk, dan tes tekan. Sampel diambil secara acak untuk setiap sekian ton baja ntuk masing-masing diameter dengan panjang masing-masing 1 meter.

Apabila mutunya sesuai dengan spesifikasi, maka material baja tulangan akan disimpan. Jika tidak sesuai, maka material akan dikembalikan ke supplier.


Supply Material Tulangan Baja


2. Penyimpanan Material Baja Tulangan

Material besi tulangan yang telah memenuhi spesifikasi akan disimpan berdasarkan kelompok diameternya masing-masing. Dalam penyimpanan, hal yang perlu diperhatikan adalah baja tulangan tidak diperbolehkan bersentuhan dengan tanah.

Caranya dapat memakai balok kayu atau beton yang dijadikan sebagai dasar dan alas. Tujuannya adalah agar baja tidak berkarat, kotor dan kena benturan.


Penyimpanan Material Tulangan Baja


3. Pemotongan dan Pembengkokan Baja Tulangan

Tahapan ini juga biasa disebut dengan fabrikasi. Pada proses fabrikasi ini akan dilakukan pembengkokan dan pemotongan pada baja tulangan untuk kemudian dirakit sesuai desain dan spesifikasi yang dibutuhkan.

Untuk pemotongan digunakan mesin Bar Cutter, sedangkan untuk pembengkokan digunakan mesin Bar Bender.

Dengan cara ini, maka akan dibuat berbagai jenis tulangan, seperti sengkang, cakar ayam, rangkaian tulangan kolom, balok, pelat, dan shear wall.


Pemotongan dan Pembengkokan Tulangan Baja


4. Pemasangan Baja Tulangan pada Elemen Struktur

Material yang telah difabrikasi akan dirakit oleh para pekerja sehingga membentuk komponen struktur seperti kolom, balok, pelat, atau shear wall. Kemudian, material yang telah dirakit akan di pindahkan dengan menggunakan tower crane dari lokasi perakitan ke lokasi pemasangan.

Pemasangan komponen tulangan dilakukan dengan menggunakan tower crane serta koordinasi dengan para pekerja yang bertugas melakukan pemasangan tulangan. Pemasangan dilakukan dengan hati-hati agar akurat dan tidak terjadi dislokasi.


Perakitan dan Fabrikasi Tulangan Baja

Pada komponen tulangan pelat dapat dipasang beton decking. Tujuannya adalah untuk menopang tulangan pelat agar tidak melendut dan mengurangi tebal selimut beton. Selain itu, dipasang juga cakar ayam, yaitu tulangan ulir yang dibengkokkan dan dipasang diantara tulangan atas dan bawah yang berfungsi menjaga ketebalan pelat lantai agar sesuai rencana.


5. Pengecekan Tulangan

Setelah seluruh tulangan terpasang, maka perlu dilakukan pengecekan tulangan oleh tim Quality Control apakah jumlah dan posisi tulangan sudah terpasang dengan benar sesuai dengan gambar rencana.


Pengecekan Tulangan Baja



Thursday, November 29, 2018

Metode Pemasangan Bekisting

Bekisting atau formwork adalah salah satu faktor penting yang harus direncanakan secara matang dalam suatu pekerjaan konstruksi beton.

Menurut Stephens (1985), bekisting atau formwork adalah cetakan sementara yang digunakan untuk menahan beton selama beton dituang dan dibentuk sesuai dengan bentuk yang diinginkan.

Bentuk tersebut dapat berupa kolom, balok, pelat, slab, D-wall, shear wall, dan retaining wall.

Bekisting dapat dibuat dari kayu, waterproof-plywood, baja atau material lain sesuai dengan kebutuhan, kemudahan pekerjaan dan efisiensi biaya. Bekisting sebagai cetakan beton, harus mempunyai kekuatan dan kekakuan yang cukup untuk memikul tekanan dan getaran yang timbul pada saat pengecoran sehingga masih dapat memenuhi toleransi yang disyaratkan.

Untuk mendukung kekuatan dan kekakuan bekisting maka diperlukan hollow, tierod, support, dan sistem perancah sedemikian sehingga setiap kemungkinan pergerakan lateral maupun vertikal tidak terjadi selama proses pengecoran.

Selain itu, bekisting juga harus kedap untuk mencegah hilang atau lolosnya adukan beton. Semua permukaan bekisting dan material yang tertanam harus bersih dari akumulasi mortar atau grout bekas pengecoran sebelumnya dan dari material asing lainnya sebelum beton dicor agar kualitas beton yang dihasilkan baik.

Setelah beton selesai dicor, maka bekisting harus segera dilepas sesudah beton dianggap cukup keras sehingga tidak rusak pada saat pembongkarannya.


Bekisting Kolom

Pada elemen kolom, umumnya bekisting yang digunakan adalah bekisting baja yang dapat dipergunakan berulang kali. Bekisting tipe ini mudah dalam pemasangan karena berupa rakitan sehingga dapat dipasang pada dimensi kolom yang bervariasi dengan rentang setiap 10 cm dan disambung dengan menggunakan baut.

Karena terbuat dari baja, maka elemen-elemen bekisting lebih mudah dipindahkan dengan menggunakan tower crane. Bekisting dipindahkan ke lokasi kolom yang akan di cor, lalu bekisting akan dipasang sesuai dengan dimensinya beserta dengan supportnya untuk meminimalisir terjadinya pergerakkan.

Bagian dalam bekisting tersebut dilumuri dengan Mould Oil, yang bersifat sebagai release agent untuk memudahkan dalam pelepasan bekisting setelah kolom selesai di cor.


Bekisting Baja untuk Kolom

Bekisting Pelat

Pada pelat, bekisting yang digunakan biasanya adalah bekisting konvensional. Pemasangan bekisting untuk pelat diawali dengan memasang perancah lalu disusul dengan pemasangan multiplex.

Perancah ini berfungsi sebagai penopang agar bekisting kuat dan kaku sehingga tidak terjadi pergerakkan selama proses pengecoran. Setelah multiplex dipasang, maka tim surveyor kemudian akan melakukan pengukuran menggunakan theodolith untuk memastikan pelat rata sesuai dengan elevasi yang direncanakan.

Jika elevasi belum sesuai, maka U-Head pada bagian atas perancah akan diatur ulang sedemikian rupa sampai elevasinya sesuai.


Bekisting Multiplex untuk Pelat dan Pemasangan Perancah atau Scafolding


Bekisting Balok

Material bekisting balok sama dengan bekisting pelat, yaitu dengan menggunakan multiplex namun disesuaikan dengan ukuran balok yang telah direncanakan. Bekisting pada balok sebenarnya menyatu dengan pelat, hanya saja dimensinya berbeda.


Bekisting Multiplex untuk Balok


Bekisting Shear Wall (Self Climber)

Bekisting pada shear wall juga menggunakan bekisting baja berupa Self Climber. Self Climber ini merupakan bekisting khusus untuk struktur vertikal. Walaupun harganya cukup mahal, namun sistem ini dapat menjadi solusi efektif untuk konstruksi berulang.

Pada Self Climber tidak hanya terdapat bekisting itu sendiri, namun juga menyediakan ruang kerja untuk pada pekerja dalam pengoperasiannya.

Keunggulan dari Self Climber ini adalah dapat melakukan pengecoran shear wall pada elevasi yang ditinjau kemudian beripindah pada elevasi berikutnya secara continuous. Berikut adalah komponen-komponen Self Climber.


Bekisting Shear Wall atau Dinding Geser berupa Self Climber

Berikut adalah penjelasan komponen-komponen lantai kerja dari Self Climber:

  • Top Platform
Top Platform berfungsi sebagai lantai kerja untuk pembesian shear wall. Beban maksimum yang diizinkan adalah 3 kN/m2
  • Working Platform
Berfungsi sebagai lantai kerja untuk mengatur bekisting (wallform). Terdapat trolley untuk mendorong atau menarik wallform dari shear wall. Ditempatkan sejajar dengan shear wall yang akan di cor. Beban maksimum yang diizinkan adalah 1.5 kN/m2
  • Jack Platform
Berfungsi untuk menaikkan elevasi sistem Self Climber menggunakan sistem hidrolik. Beban maksimum yang diizinkan adalah 1.5 kN/m2
  • Recovery Platform
Berfungsi sebagai tempat melepas angkur yang ditanam pada dinding. Angkur diperkokoh dengan menggunakan wall bracket. Angkur dan wall bracket ini berfungsi sebagai tumpuan dari sistem Self Climber. Beban maksimum yang diizinkan adalah 1.5 kN/m2

Berikut adalah langkah-langkah menggunakan Self Climber.

  1. Pastikan Self Climber berada di kedua sisi shear wall yang akan di cor. Posisikan Working Platform pada Self Climber agar sejajar dengan shear wall yang siap untuk di cor, kemudian lakukan pengecoran.
  2. Setelah beton mengeras, lakukan pekerjaan pembesian untuk shear wall di elevasi berikutnya. Sementara itu, lepas wall form dengan menggunakan trolley kemudian pasang wall bracket pada shear wall yang telah mengeras.
  3. Naikkan elevasi dari Climbing Mast, lalu lepas angkur dan wall bracket pada Recovery Platform.
  4. Naikkan elevasi sistem sampai ketinggian berikutnya. Kemudian pasang wallform dengan menggunakan trolley. 
  5. Lakukan pengecoran kembali.



Cara Kerja Self Climber

Walaupun harganya relatif mahal, namun metoda ini dapat lebih cepat dan efektif karena dapat menghemat waktu dalam pemasangan dan pelepasan bekisting serta keefektifan dalam penyediaan lantai kerja.


Bekisting Shear Wall Self Climber



 

2013 © sinaza

Designed by | Irsah inDesigns Copyright © 2013
Supported By | Blogr Templates and Themes

Domain + Hosting | Unlimited Web Host